Indeks
Berita  

KJRI Cape Town Sorot Anak Indonesia Berkewarganegaraan Ganda

INFOSA.ID — KJRI Cape Town menyelenggarakan sosialisasi mengenai Dinamika Anak Berkewarganegaraan Ganda Terbatas sebagai Pelaksanaan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, di Gedung Garuda KJRI, Minggu (12/5/2024).

Isu ini mengemuka karena sejumlah WNI saat ini anaknya mulai menginjak usia 18 tahun dan harus memilih apakah menjadi WNI atau WNA serta bagaimana mekanisme bagi ABG yang lahir sebelum U Kewarganegaraan.

Sosialisasi dibuka oleh Konjen RI Cape Town Tudiono dengan menghadirkan secara virtual Dr. Baroto, Direktur Tata Negara Kementerian Hukum dan HAM RI. Acara dihadiri oleh sekitar 100 orang. Mereka merupakan warga Indonesia yang menikah dengan warga setempat beserta anak dan keluarganya serta Anak Buah Kapal Indonesia yang sedang bersandar di Cape Town.

Konjen Tudiono menegaskan per 6 Mei 2024, di wilayah KJRI Cape Town tercatat ada 150 WNI dan terdapat 40 ABG. 3 diantara ABG tersebut memasuki usia 18-21 tahun yang harus menentukan apakah memilih WNI atau WNA.

“Perkawinan campur antar WNI dengan WNA kerap terjadi sebagai akibat semakin meningkatnya hubungan antar masyarakat akibat perkembangan teknologi, kemudahan transportasi dan informasi,” ungkap Tudiono.

Anak-anak yang lahir dari perkawinan campur sesuai UU No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan memiliki kewarganegaraan ganda terbatas. Bagi mereka yang telah menginjak usia 18-21 tahun harus menentukan pilihannya apakah ingin menjadi WNI dan WNA.

Pilihan kewarganegaraan anak merupakan hal yang sangat krusial karena terkait dengan status kewarganegaraan dan perlindungan hukum.

Untuk itu penting dipahami bagaimana mekanisme dan prosedur terkait penentuan pilihan kewarganegaraan anak sangat penting. Jangan sampai karena ketidak tahuan prosedur dan mekanisme anak menjadi kehilangan kewarganegaraan Indonesia.

Menurut pasal 23 UU Nomor 12 Tahun 2006 seseorang bisa kehilangan kewarganegaraan Indonesia karena beberapa sebab. Di antaranya, memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri, tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain dan mengajukan permohonan pelepasan warganegara kepada pemerintah Indonesia dan dikabulkan oleh Presiden.

Direktur Tata Negara Kementerian Hukum dan HAM di dalam paparannya menegaskan bahwa ABG pada saat telah memasuki usia 18 tahun atau maksimal 21 tahun harus melapor ke Perwakilan RI untuk menentukan pilihan apakah akan menjadi WNI atau WNA.

Jika tidak melapor dalam masa tersebut, maka dia akan kehilangan hak menjadi WNI dan otomatis menjadi WNA. Hal ini tentunya merugikan yang bersangkutan atau orang tuanya jika sebenarnya ABG tersebut ingin menjadi WNI. Karena proses menjadi WNI kembali setelah melewati usia 21 tahun akan menjadi lebih sulit dan lama serta memerlukan biaya besar.

Ibu T, yang anak ABG nya akan memasuki 18 tahun di pertengahan Mei meminta kemudahan dan fasilitas untuk proses anak ABG nya memilih WNI tanpa harus repot-repot ke Indonesia apalagi sampai harus membayar biaya besar. Dr. Baroto menyampaikan bahwa prosedur permohonan semuanya dipermudah melalui pendaftaran online namun harus disertai dokumen pendukung yang lengkap.

Menutup acara sosialisasi, Konjen Tudiono menyampaikan bahwa kegiatan sosialisasi ini merupakan bentuk nyata KJRI Cape Town dalam memberikan informasi, pelayanan dan pelindungan kepada WNI di luar negeri.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memastikan agar ABG yang ingin menjadi WNI mendapatkan informasi yang utuh dan benar berasal dari institusi yang berwenang dalam memproses kewarganegaraan Indonesia.

Dalam diskusi nampak adanya kekhawatiran dari sebagian peserta jika memilih WNI anaknya akan menghadapi masalah student permit untuk masuk ke Afrika Selatan yang kepengurusannya sangat tidak mudah. Selain itu, nampak pilihan kewarganegaraan antara orang tua dengan anak bisa berbeda. (**)

Exit mobile version